Monday, June 20, 2011

PERKEMBANGAN CNN DAN INTERNET YANG MEMPENGARUHI DIPLOMASI PEMBUATAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI DI AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 9/11

Peran revolusioner teknologi untuk mengubah kenyataan memaksa kita untuk menguji ulang pemahaman kita terhadap system politik internasional. Paradigma ke tiga konstruktivisme menawarkan kunci dalam menggabungkan aspek – aspek liberalis dan realis ke dalam sebuah kohesif prediksi masa depan politik. Kekhawatiran terhadap kedaulatan suatu bangsa memacu adanya era informasi yang meruntuhkan hambatan fisik dan system konseptual yang ada.  Budaya global dan politik internasional pun mengalami perubahan. Interaksi juga dapat dilakukan ddengan sangat mudah.kekuasaan yang dulunya hanya dimiliki oleh Negara-bangsa - partisipasi dalam politik, control komunikasi transnasional, kemampuan sebagai penyedia informasi yang akurat – saat ini menjadi focus utama para pemainya. Kita telah menyaksikan, sejak berakhirnya perang dingin, para actor internasional menyusun diplomasinya serta kebijakan luar negerinya yang mana merupakan dua factor penting dalam hubungan internasional kontemporer. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi efektif dalam praktek diplomasi. Keberadaan internet dan televisi telah menggantikan posisi para duta besar sebagai sumber penting informasi luar negeri.

Sesi pertama dari literature review ini akan menjelaskan tentang pengaruh media cyber pasca peristiwa 9/11. Pada sesi kedua penulis akan coba menjelaskan tentang kecanggihan teknologi, khususnya media pertelevisian dan internet, dalam diplomasi dan pembuatan kebijakan luar negeri AS. Walaupun berubah, kehidupan internasional memiliki bentuk kebutuhan yang sama terhadap komunikasi dan negosiasi.



PENGARUH MEDIA CYBER PASCA PERISTIWA 9/11.

Interaksi antara pemerintah AS, media dan public telah ditandai dengan rasa ketidakpercayaan dan antagonisme pasca peristiwa 9/11. Saat – saat ini sangat kontradiktif. Kehidupan sehari – hari bagi banyak orang pun mungkin membutuhkan suatu hal permanen namun dengan rendah kepedulian seperti kerusakan lingkungan, bahaya penyakit dan ketidakamanan ekonomi, yang telah diganggu oleh terror, penyerangan, serta bencana – becana yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Prinsipnya, jelas tren ini menigkatkan kesulitan yang dialami oleh pembuat kebijakan untuk menciptakan legitimasi pada public yang tidak dapat percaya, mencari relevansi dan berita bermutu serta kepentingan pembuat kebijakan dengan para jurnalis.
           
            Kita bergerak menuju zaman perbandingan universal. Di dalamnya kita bisa memperbandingkan media, diri sendiri dan hal – hal lain dengan lebih mudah dan cepat. (Deuze, 2007: 14). Hal ini meningkatkan visibilitas dan publisitas kehidapa perekonomian, politik, budaya, serta implikasi social (Bauman, 2006). Strategi diplomasi public paska peristiwa 9/11 yang menggunakan metode yang dibangun ketika perang dingin tidak berhasil (Kennedy and Lucas, 2005).  Menurut perspektif pemikir pluralis liberal, ekologi media dan online media menawarkan proses demokratisasi dan resolusi konflik. Para akademisi kritis berpendapat bahwa media transnasional baru menawarkan pemerintah dan militer alat untuk membangun propaganda tradisionla bahkan mempengaruhi target perang (Sreberny, 2007).

Salah satu kontribusi penting diplomasi massa adalah dalam perang melawan teroris. Walaupun sedikit bertentangan dengan aksi militer dalam jangka pendek, dapat mempengaruhi opini para pemimpin dan masyarakat umum dalam mendukung ataupun bersikap apatis terhadap teroris.

PERKEMBANGAN INTERNET DAN TELEVISI MEMPENGARUHI DIPLOMASI DAN PEMBUATAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT.

            Aspek terpenting dari teknologi, informasi, telah mengubah semua asoek kehidupan masyarakat, termasuk diplomasi. Seperti yang dikatakan oleh George Gilder “militer AS adalah sebuah gambaran spektakuler dari penggantian asset – asset fisik dari informasi.” Informasi membuat dunia menjadi lebih dekat satu sama lainya secara elektronik maupun budaya. Efek demokratisasi pun bisa diciptakan oleh media massa dan satelit real-time yang menghubungkan setiap sudut di dunia ini. Bahkan masalah kecil bisa menjadi isu kebijakan mayor jika ditangkap oleh pers – hal ini biasa disebut “efek CNN”. Kekuatan global dari penyiaran berita secara langsung ini menjadi sebuah tantangan tersendiri terhadap hubungan masyarakat dan pemerintah dalam hal publikasi. Internet pun sebagai salah satu media dengan harga yang saat ini relative terjangkau dalam mentransformasikan informasi, memberikan kemampuan bagi masyarakat untuk menghindari konvensional mediator yang memiliki kekuasaan dalam pengontrolan informasi seperti pemerintah nasional, badan diplomatic, perusahaan transnasional, serta organisasi – organisasi yang bergerak di bidang pemberitaan.

            Fenomena baru ini dinamakan netpolitik sebagai hasil improvisasi dari realpoiltics. Realpolitics, istilah dalam bahasa Jerman yang berarti kekuasaan politik, adalah pendekatan dalam diplomasi internasional yang lebih berdasarkan kekuatan daripada moralitas dan opini dunia. Netpolitik merupakan sebuah mode baru dari diplomasi yang menggunakan kemampuan maksimal internet untuk membentuk politik, budaya, nilai dan identitas pribadi. Jadi, netpolitik ini berkisar tentang isu – isu yang lebih lunak seperti legitimasi moral, identitas budaya, nilai – nilai social serta persepsi public.

Media global saat ini ada dimana – mana, pemerintah pun dituntut harus siap untuk mempersiapkan image dan pesan – pesan yang baik kepada masyarakat. Jika sebuah Negara bisa membuat legitimasi kekuasaanya dapat dilihat oleh setiap orang serta mendirikan institusi internasional dalam rangka mengidentifikasikan kepentingan mereka dengan cara – cara yang bersahabat, maka tidak akan dibutuhkan harga yang cukup mahal untuk membayar semua itu.

Friday, June 17, 2011

MAHASISWA AKTIF, MAHASISWA PRESTATIF.

…Untuk apa kita berdiri

Jika hanya terdiam

Tak ada yang berubah

Hanya sebuah status mahasiswa yang kita punya

Ilmu apa yang telah kita dapat

Hanya terdiam

Memandang sekitar

Tanpa ada tindakan…



Sebait ungkapan hati ini merupakan bagian dari sebuah catatan yang pernah saya publikasikan pada akun facebook saya dan cukup mengundang banyak komentar dari rekan-rekan seperjuangan saya. Ini merupakan satu hal yang cukup menarik untuk dikritisi. Alasanya sangat sederhana, apatisme mahasiswa. Saat ini, kebanyakan mahasiswa hanya terfokus dengan tujuan serta kepentingan pribadi mereka seperti tamat dalam waktu singkat dan IPK yang tinggi. Hanya ada beberapa saja di antara mereka yang mempunyai kemauan, kemampuan dan kesungguhan dalam menggeluti organisasi-organisasi, khususnya organisasi mahasiswa. Mayoritas orang berpendapat bahwa mereka (mahasiswa) yang bergelut dengan dunia organisasi kampus akan terkena syndrome tamat dalam waktu lama dan dengan IPK yang tidak begitu memuaskan. Betul tidak?



Sesungguhnya, berkecimpung di dunia organisasi akan memberikan kita manfaat yang luar biasa. Berorganisasi merupakan langkah awal kita untuk belajar bekerja sama, membangun networking (jaringan), mengerti dan memahami, belajar arti kesungguhan, ketulusan serta pengabdian sebelum nantinya memasuki dunia kerja dan meniti karir lebih jauh. Ilmu-ilmu yang dulu hanya kita dapatkan secara teoritis pada mata pelajaran Kewarganegaraan saat masih di bangku sekolah. Nah, disinilah letak kedewasaan dan kearifan kita dalam menyikapi dan memanajemen diri dengan sebaik mungkin antara aktif berorganisasi serta berprestasi baik di bidang akademis maupun non akademis.



Dari hari ke hari, mahasiswa dari belahan dunia lainya juga sedang melakukan percepatan diri yang boleh dikatakan lebih cepat beberapa langkah dari kita. Sebagai seorang mahasiswa, tentu hendaklah kita menggali potensi-potensi positif yang ada pada diri kita agar tidak ketinggalan. Menjadi mahasiswa biasa atau mahasiswa luar biasa, jawabannya ada pada diri anda. HIDUP MAHASISWA!!!